Bakal Hapus Premium dan Pertalite, Ahok Paksa Warga Pakai Pertamax dan Pertamax Turbo
Pemerintah selama ini memberikan subsidi energi, baik untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Bahan Bakar Minyak (BBM), berbasis pada komoditas dan bersifat terbuka, sehingga orang kaya pun bisa mengakses.
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun mendorong agar pemerintah mengubah skema pemberian subsidi. Artinya, subsidi sebaiknya diubah menjadi langsung berbasis pada orang atau warga yang berhak menerima, bukan lagi pada komoditas, sehingga subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
"Intinya subsidi sebaiknya langsung ke rakyat, bukan di barang," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/09/2021).
Ahok menyebut, jika subsidi langsung diberikan kepada masyarakat, kemungkinan ke depannya tidak ada lagi bensin jenis Premium atau Pertalite yang dijual, melainkan langsung berupa bensin dengan minimal nilai oktan (RON) 92 atau Pertamax maupun Pertamax Turbo (RON 98).
"Jika subsidi bisa langsung ke rakyat, mungkin ke depannya tinggal Pertamax dan Pertamax Turbo," lanjutnya.
Lebih lanjut Ahok mengatakan, jika BBM yang dijual Pertamax dan Pertamax Turbo, maka tentunya ini akan berdampak baik pada lingkungan.
"Agar tidak terjadi pencemaran lingkungan BBM oktan rendah," ungkapnya.
Bila ini dilakukan, maka RI bisa mengikuti langkah negara-negara tetangga yang menjual bensin dengan nilai oktan 92. Bahkan, Malaysia saja telah menyediakan bensin dengan minimal nilai oktan 95.
Untuk BBM jenis jenis bensin dengan nilai oktan (RON) 88 atau Premium yang sudah lama diwacanakan untuk dihapus, dirinya mendukung penghapusan bensin Premium ini. Bila subsidi masih berbasis komoditas, maka dia mengusulkan agar subsidinya digeser ke Pertalite yang memiliki nilai oktan lebih tinggi.
"Harusnya Public Service Obligation (PSO), subsidi pindah ke Pertalite yang lebih ramah lingkungan. Dan saat ini penjualan BBM sudah 80% adalah Pertalite," jelasnya.
Sebelumnya, wacana mengenai penghapusan BBM jenis bensin dengan nilai oktan (RON) 88 atau Premium sudah lama bergulir, namun tak kunjung direalisasikan.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan rencana penghapusan.
Dia menyampaikan jika BBM jenis Premium dihapus, maka masyarakat tidak akan ada opsi lagi membeli Premium. Dengan demikian, mau tidak mau mereka akan beralih. Misalnya konversi dari minyak tanah ke LPG 3 kg yang dulu pernah dilakukan, dan akhirnya masyarakat pun mau beralih.
"Masyarakat ini kalau pemerintah konsisten nggak ada opsi, seperti dulu awal-awal program konversi dari minyak tanah ke LPG 3 kg, kerasnya masyarakat menolak, tapi pemerintah tidak menyediakan, lambat laun terbiasa," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (06/09/2021).
Menurutnya, sangat wajar ketika kebijakan baru diterapkan, maka pada mulanya menimbulkan kontroversi di masyarakat. Namun menurutnya lambat laun masyarakat akan terbiasa dengan sendirinya.
"Kalau Premium ini benar-benar nggak ada dan yang tersedia adalah merek yang lain RON 90, entah Pertamina pakai Pertalite atau pelaksana lain dengan merek yang beda, kalau yang tersedia yang paling murah itu ya masyarakat akan ke sana," jelasnya.