Ratusan Ribu Massa di Medan Tolak RUU HIP, Gambar Babi Moncong Putih Dibakar
Massa dari berbagai organisasi dan elemen masyarakat melakukan aksi apel siaga ganyang komunis di Medan, Sumatera Utara. Mereka menuntut agar Presiden dan DPR RI segera mencabut RUU HIP dari Prolegnas.
Pantauan detikcom, Minggu (5/7/2020), aksi tersebut digelar di jalan depan Lapangan Merdeka Medan sejak pagi tadi. Terlihat, satu truk menjadi pusat komando para massa. Mereka juga banyak yang membawa spanduk, termasuk bendera tauhid. Wasekjen MUI Pusat, Tengku Zulkarnain, juga hadir.
Awalnya, para orator menyuarakan orasinya. Mereka menyatakan sikap siap melawan siapa pun yang mencoba memperjuangkan RUU HIP menjadi UU di negara ini dengan apa pun risikonya. Kemudian, mendesak Presiden dan DPR RI tidak saling melempar bola dan segera mencabut RUU HIP ini dari Prolegnas.
Massa sempat membakar replika RUU HIP dan gambar babi moncong putih. Mereka juga membakar kertas merah yang dijadikan replika bendera berlambang palu-arit.
Selain itu, massa membuat laporan ke Polrestabes Medan. Mereka melaporkan dua anggota DPR RI, yaitu Rieke Diah Pitaloka dan Hasto Kristiyanto. Laporan mereka diterima langsung secara simbolis oleh Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko.
"Hari ini laporan resmi kita anak NKRI Sumut dan berbagai elemen terhadap dua orang, yaitu Rieke dan kedua adalah Hasto. Delik yang kita laporkan adalah pelanggaran hukum Pasal 107 b dan d KUHP secara teknis terkait upaya penggantian ideologi Pancasila," sebut koordinator anak NKRI Sumut, Tumpal Panggabean.
Meskipun pemerintah telah menunda pembahasan RUU HIP, Tumpal menyebutkan bahwa penundaan itu bukan berarti memberhentikan. Mereka meminta pemerintah lebih jeli karena hal tersebut merupakan upaya makar sistematis.
"Bahasa menunda itu tidak cukup bagi kita, menunda itu bukan berarti memberhentikan. Pemerintah harus lebih jeli karena ini upaya makar sistematis ideologi bangsa kita. Kalau sekelas DPR RI saja tidak bisa men-screening RUU lolos di Prolegnas ini kan sangat sistematis dan disengaja bukan tidak sengaja. RUU itu bisa masuk prolegnas berarti apa kerja Baleg, apa kerja tim ahli DPR, tim ahli Baleg sehingga bisa menjadi Prolegnas, apa kerja anggota DPR yang lain kenapa mereka menyetujui itu menjadi Prolegnas RUU. Jadi pemerintah tidak boleh hanya menunda tapi harus membatalkan karena punya hak yang sama dengan DPR. Pemerintah punya hak membatalkan menolak," ujar Tumpal.
Sementara Tengku Zulkarnain, dalam orasinya, mengatakan sesungguhnya telah 5 tahun ini gerakan merusak agama merajalela di Indonesia.
"Penghina agama bermunculan di mana-mana, untuk memenjarakan penghina-penghina agama kita susahnya bukan main. Agama dihina, orang Islam dihina, para ulama yang tidak setuju dengan rezim dituduh kadal gurun (kadrun)," ujar Tengku Zulkarnain.
"Orang-orang yang berpihak ke sana, apa saja yang mereka perbuat tidak pernah diproses hukum. Lihat Abu Janda, Ade Armando, lihat Deny Siregar, aman-aman saja. Hal ini adalah kepincangan hukum," sebut Tengku Zul.
Tengku Zul mendesak inisiator yang mengusulkan Pancasila diganti menjadi Ekasila untuk diusut.
"Kalau HTI, wacana, wacana sudah dicabut izinnya, kenapa partai yang mengusulkan Pancasila diganti jadi Ekasila diganti dengan gotong royong tidak dicabut izinnya. Semestinya dicabut, mestinya ditangkap siapa inisiatornya, tangkap betul, usut betul. Mesti diusut, enak aja dia pikir negara ini dia punya. Kesepakatan Republik Indonesia, Pancasila itu falsafah negara, UUD nya UUD 1945, semboyannya Bhinneka Tunggal Ika, bentuk negaranya NKRI. Tiba-tiba ada yang mau menukar dengan gotong royong, berarti melanggar kesepakatan, lebih baik bubar saja Indonesia daripada diganti dengan gotong royong. Karena gotong royong belum tentu bagus," sebut Tengku Zul.