Bikin Malu, Sidang Pendeta Cabul Surabaya Digelar Tertutup
Tujuh orang saksi hadir di sidang lanjutan perkara pencabulan dengan terdakwa Pendeta Hanny Layantara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (10/7/2020). Mereka terdiri atas pendeta dan jemaah yang mendengarkan curhatan korban tentang peristiwa asusila yang dialami.
Sementara beberapa saksi lainnya yakni orang yang mendengarkan pengakuan pelaku atas perbuatan asusila yang dilakukan terhadap korban. Sidang berlangsung tertutup selama kurang lebih dua jam di ruang Cakra PN Surabaya.
“Hari ini ada beberapa saksi. Ada Pak Suparno dan pendeta. Mereka memberi keterangan soal kejadian itu (pencabulan), yang dicurhatin IW (korban),” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jatim Rista Erna seusai sidang, Jumat (10/7/2020).
Sementara itu, juru bicara keluarga korban Bethania mengatakan, ketujuh saksi sengaja dihadirkan karana sempat mendengarkan pengakuan korban maupun pelaku atas perbuatan cabul tersebut. Keterangan para saksi itu pula yang diyakini bisa membuktikan perbuatan cabul terdakwa.
“Korban ini bercerita setelah sekian lama ketakutan dan tertekan. Beberapa pendeta ini pula yang menguatkan korban sehingga berani melapor,” katanya.
Sebab, selama ini, pelaku dan orang tua korban punya hubungan cukup dekat. Karena itu, korban khawatir orang tua tidak percaya.
“Korban ini awalnya ragu, apakah orang tuanya nanti akan berpihak kepada dia. Sebab, orang tuanya, khususnya ibunya itu sangat dekat dengan istri pelaku. Di sisi lain, korban ini juga khawatir orang tuanya syok. Karena itu, cukup lama korban memendam semua itu,” ujarnya.
Diketahui, kasus ini mencuat setelah korban melalui juru bicara keluarga melapor ke SPKT Polda Jatim dengan nomor LPB/ 155/ II/ 2020/ UM/ SPKT, pada Rabu 20 Februari 2020. Berdasarkan keterangan korban, peristiwa pencabulan berlangsung selama 14 tahun, saat korban masih berusia 12 tahun. (ins)
Atas laporan ini, pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan dianggap melanggar Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan atau Pasal 264 KUHP dengan ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara.